Medik-tv.com KETAPANG – Dipertuan Sri Tuan Guru Zunaidi Nawawi Tuan -Tuan bersama masyarakat dan jamaah majelis Dzikir Amaliyah Yaasiin Empat Puluh Satu Menggelar Doa Bersama di malam Nisfu Sya’aban, 1446 H/2025 M di Kelurahan Tuan – Tuan RT 06 RW 03 di Surau Nurul Iman, Ketapang
Kegiatan yang sudah menjadi agenda tahun penuh kebersamaan dengan masyarakat lingkungan setempat. acara pada malam Nisfu Sya’ban tersebut dirangkai dengan acara Ruah Rasul dan Ruahan Jamak. Ruah Rasul merupakan salah satu bagian dari pada amaliyah yang menjadi kebiasaan bagi masyarakat Melayu khususnya di Kabupaten Ketapang dalam memanjatkan hajat tujuan dalam doa bersama yang dilakukan dengan sungguh – sungguh, agar hajat yang diharapkan mendapat ridho dan terkabulkan oleh Allah SWT.
Sehingga terkadang prosesi Ruah Rasul menjadi salah satu keinginan atau nazar setelah melakukan atau memperoleh sesuatu keberhasilan maupun apabila hendak berencana memulai aktivitas kerja, membangun, kesembuhan dari sakit dan hal lainya. Hal ini juga bagian dari salah satu wujud rasa syukur dengan penuh kesungguhan.
Adapun rangkaiannya doa dan tahlilan. Namun yang sedikit membedakan pada tawasul pembacaan alfatihah diawali kepada Rasulullah dan nama – nama yang telah ditetapkan, baik dalam tawasul maupun ketika didalam do’a yang dibaca.
Selain itu ada juga jamuan atau kelengkapan ( perabahan ) berupa hidangan Ayam panggang di atas nasi ketan kuning dalam suatu wadah pingan putih maupun talam atau ceper dan berbungkus kain putih. Hidangan ini setelah selesai pembacaan do’a akan dijadikan jamuan untuk makan bersama.
Setalah Ruah Rasul dilanjutkan pula penyedekahan alfatihah untuk almarhum almarhumah sanak keluarga yang telah meninggal. Jamaah yang hadir sudah menyiapkan nama – nama yang akan dikirimkan doa yang ditulis pada kertas. Acara ini menjadikan perpaduan bagaimana agama dan kearifan lokal dapat terbangun dan saling menguatkan.
Secara agama do’a dan ibadah telah diatur, namun bisa saja terselip Jamuan ayam panggang dan nasi ketan kuning tentu bagian hidangan kearifan lokal bagi masyarakat Melayu dalam acara – acara yang sakral. Sehingga jika dibuat bersama – sama tentu akan lebih ada rasa kebersamaan dan saling melengkapi bagi yang mungkin belum mampu untuk hajat Ruahan maupun menjamu dengan sajian tersebut. Inilah setidaknya menambah makna yang mendalam pada malam Nisfu Sya’ban agar lebih dapat berbagi rezeki dengan sesama dan mengingat orang yang telah meninggal dunia dari orang tua sampai saudara dengan berkirim doa.
Malam Nisfu Sya’ban diisi dengan rangkaian awal magrib berjamaah, lalau shalat Sunnah ba’diyah magrib, dilanjutkan shalat hajat dua rakaat. pembacaan surah Yaasiin, sebanyak tiga kali, dan dilanjutkan membaca do’a Nisfu Sya’ban. Bertepatan dengan Isya lalu shalat berjamaah dan setelahnya dilanjutkan Ruah Rasul dan Ruahan Jamak.
Selaku tokoh muda masyarakat dan penggiat adat kebudayaan resam Melayu di Ketapang Kalimantan Barat, Tuan Guru Zunaidi, mengemukakan “ternyata keikutsertaan kita dalam prosesi acara termasuk bagian hal yang patut diutamakan, dengan harapan pelestarian adat dan budaya serta kearifan lokal khususnya Melayu lebih memungkinkan untuk membudaya didalam kehidupan masyarakat Melayu. Sebab dalam tantangan zaman terkadang sifat apatis dan pengaruh budaya bangsa asing mempengaruhi pola pikir dan juga pelestarian budaya yang dianggap tak begitu penting bagi kalangan masyarakat, apalagi angkatan muda saat ini. Maka patut lah bagi kita agar dapat mensyiarkan budaya dalam sendi kebutuhan prosesi acara dimasyarakat. Baik itu prosesi pernikahan, kematian, kelahiran dan lainya. Masyarakat sebenarnya mau dan ingin, hanya saja terkadang tidak ada yang mau menguruskan kesusksesan prosesi adat tersebut. Sehingga akhirnya dari pada buat repot dan beban bagus ditiadakan atau hanya sekedar sarat dan serimonial belaka”. ucapnya.
Tuan Guru Zunaidi, Sejak didaulat menjadi Sekjend Perkumpulan Lawang Kekayun (PLK) Kabupaten Ketapang, hingga sampai menjabat amanah sebagai Ketua Perkumpulan Lawang Kekayun ( PLK ) Kabupaten Ketapang sampai saat ini, Tuan Guru Zunaidi memang selalu eksis tampil dalam pelestarian khasanah adat kebudayaan dan kearifan lokal Melayu di Ketapang. Ini tentu patut kita apresiasi dan memberikan dukungan, sehingga mengutip falsafah petua pantun Zunaidi,
“ Sekuat pucuk pastilah layu, sekuat kayu termakan tanah. Mengaku serumpun orang Melayu. tetap mengenang budi menjage marwah “.