medik-tv.com ketapang – Suasana di Mapolres Ketapang mendadak memanas, Senin siang 09/06/2025. Ratusan pekerja tambang emas ilegal (PTEI) dari Kecamatan Matan Hilir Selatan mendatangi kantor polisi dengan satu suara: “Kami minta keadilan!”
Aksi yang digelar para pekerja tambang ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Mereka menuntut proses hukum yang adil terhadap rekan mereka, RP (45), yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan terhadap seorang wartawan media online, Pena.
“Kami tidak membela kekerasan, tapi hukum harus adil. Kalau RP diproses, maka oknum wartawan yang melakukan pungli di lapangan juga harus ditindak!” tegas Abdullah, salah satu koordinator aksi.
RP, diketahui ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Ketapang sesuai dengan surat penetapan nomor S.TAP. TSK/212/VI/RES.1.6./2025/Reskrim-1, tertanggal 3 Juni 2025. Menurut keterangan pihak kepolisian, kasus ini masih dalam proses hukum lebih lanjut.
Namun, para pekerja tambang punya cerita lain. “Kami muak! Hampir setiap minggu, oknum wartawan datang ke lokasi. Kalau tidak dikasih uang, kami akan diberitakan buruk. Apa ini bukan pungli?” ujar seorang demonstran dengan nada tinggi.
Mereka pun mendesak aparat kepolisian untuk turut menindaklanjuti laporan terkait dugaan praktik pungli yang dilakukan oleh oknum wartawan di kawasan tambang emas ilegal (PETI). Para pekerja tambang menilai, aksi RP muncul sebagai bentuk kekesalan terhadap tekanan dan intimidasi di lapangan.
Tak hanya soal hukum, massa demonstran juga menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah Kabupaten Ketapang. Mereka meminta agar segera ditetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan diterbitkannya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagai solusi jangka panjang.
“Kami sadar ini ilegal, tapi kami hanya cari makan. Kalau WPR ditetapkan dan IPR diterbitkan, semua akan lebih baik. Kami pun siap tanam ulang pohon yang rusak dan ikut program BPJS Ketenagakerjaan,” lanjut Abdullah.
Menurutnya, legalisasi tambang rakyat bukan hanya menyelamatkan kehidupan para penambang, tapi juga dapat menambah pendapatan daerah.
“Kalau nanti tambang ditutup, kami siap pergi. Tapi pemerintah juga harus pikirkan nasib kami. Umur kami tidak muda, pendidikan pas-pasan. Siapa yang mau terima kami kerja?” keluhnya lirih.
Aksi berjalan damai, meski sempat membuat lalu lintas di depan Mapolres Ketapang tersendat. Aparat kepolisian tetap berjaga dan mengawal jalannya aksi hingga selesai.
Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum dan Pemerintah Kabupaten Ketapang. Mampukah aspirasi para penambang ini dijawab dengan solusi nyata? Rakyat menanti, keadilan tak boleh berhenti di tengah jalan.